Senin, 01 Desember 2008

Sudahkah Pemerintah Menegakkan Tindakan Karantina yang Sebenarnya?

Dalam sebuah halaman website dari Tempointeraktif.com disebutkan pada tanggal 15 April 2003 Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta akan memeriksa secara ketat semua jenis unggas dan bahan makanan hasil olahan dari unggas yang berasal dari Belanda. Peraturan ini diberlakukan hingga negeri kincir angin itu bebas dari penyakit flu burung. Instruksi itu sendiri dikeluarkan oleh Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Depkes. Tanggal 16 Januari 2004 disebutkan bahwa jalan pantura-Indonesia, khususnya Kabupaten Indramayu bisa saja masuk daerah yang rawan terhadap berjangkitnya virus penyebab penyakit berbahaya flu burung. Hal itu disebabkan wilayah udaranya selama ini jadi jalur lalu lintas migrasi jutaan burung setiap pergantian musim. Burung dari Australia atau Eropa dalam perjalanan migrasinya yang menempuh ribuan kilometer, mengambil kepulauan Rakit sebagai tempat peristirahatan atau transit. Pulau Rakit Utara, Gosong dan Rakit Selatan atau Pulau Biawak menjadi tempat persinggahan burung-burung itu. Di pulau-pulau itu, jutaan ekor burung tinggal cukup lama 2-2,5 bulan. Di tempat peristirahatan itu, burung-burung bereproduksi, kawin, dan banyak juga yang sampai menetaskan telurnya. Tanggal 25 Januari 2004 Departemen Pertanian membenarkan adanya flu burung yang masuk ke Indonesia. Tanggal 26 Januari 2004 pemerintah melakukan tes Hemaglutinasi Inhibisi (HI) atau pemeriksaan dengan antiserum pada unggas untuk mengetahui subtipe virus avian influenza (AI) yang telah menyebabkan kematian 4,7 juta ekor ayam di Indonesia sejak Agustus 2003. Tes dilakukan untuk membuktikan apakah virus AI termasuk jenis yang bisa menular pada manusia atau yang dikenal dengan sebutan flu burung yang kini sedang mewabah di sejumlah negara Asia. Pemerintah melalui Departemen Pertanian akan mengimpor 40 juta dosis vaksin dari Inggris dan Australia untuk membuktikan sekitar 4,7 juta ekor ayam yang mati di beberapa daerah di Indonesia sejak Agustus 2003 terkena flu burung atau tidak. Wabah penyakit flu burung yang sesungguhnya telah menyerang perunggasan nasional sejak Agustus 2003 lalu kini resmi diakui oleh pemerintah. Penyebab wabah penyakit adalah virus Avian Influenza (AI) tipe A dan dinyatakan pula telah membunuh 4,7 juta ayam di Indonesia. Merebaknya flu burung, membuat peternak unggas di Bali mengisolasi diri. Ribuan Ayam dipotong dan dibakar di Pulau Bali, salah satu daerah yang paling parah dilanda flu burung. Jepang menghentikan impor unggas dan produk terkait dari Indonesia berhubung sudah terjadi epidemi flu burung di Indonesia. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor ternyata sudah memproduksi vaksin antivirus avian influenza (AI) atau flu burung sejak 2002. Tanggal 29 Januari 2004 pemerintah menetapkan flu burung sebagai bencana darurat nasional dan meminta persetujuan DPR untuk pengucuran dana sebesar Rp. 212 milyar untuk penanggulangannya. Pemerintah juga akan memusnahkan hewan dan unggas lain yang positif terkena virus Avian Influenza. Tanggal 30 Januari 2004 dalam dua pekan terakhir ini beredar vaksin ilegal flu burung atau avian influenza di kalangan peternak ayam di kota Banyumas, Jawa Tengah. Para peternak terpaksa membeli vaksin tersebut karena khawatir dengan meluasnya wabah flu burung. Sementara vaksin resmi dari pemerintah sulit diperoleh.

Dari rangkaian peristiwa yang diambil dari sebuah halaman website Tempointeraktif.com memperlihatkan betapa lemahnya pemerintah Indonesia dalam hal penanganan wabah flu burung. Tapi saya cenderung lebih mengatakan bahwa pemerintah kurang waspada daripada lemah. Karena kata lemah lebih mengarah pada pemerintah yang tidak dapat berbuat apa-apa. Saya mengatakan demikian bukan berarti takut kepada pemerintah.

Andaikan pemerintah waktu itu melalui badan karantina nasionalnya memiliki keberanian dalam menolak masuk unggas dan produknya dari negara tertular tentunya wabah flu burung tidak separah ini. Walaupun menurut sebuah halaman website dari BBCIndonesia.com virus avian influenza dapat dibawa oleh burung atau unggas terbang sehingga penyebarannya tidak bisa dicegah. Tetapi ini bukan berarti penyakit itu pasti menulari unggas domestik. Mengambil definisi karantina berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992, yaitu tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari suatu wilayah negara Republik Indonesia. Dalam pasal 10 UU No. 16 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tindakan karantina dilakukan oleh petugas karantina berupa: pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pembebasan.

Sekali lagi saya ingin mengatakan bahwa seandainya saja pemerintah memiliki keberanian dalam menolak masuknya unggas dan produknya dari luar negeri kala itu. Mengapa pemerintah kita tidak mencontoh negara Jepang yang begitu sangat berani melarang impor ayam dari Thailand walaupun negara Jepang kala itu juga terserang virus AI? Dan akhirnya Jepang juga menghentikan impor unggas dan produknya dari Indonesia karena Indonesia terbukti terserang flu burung. Sekali lagi dimana keberanian pemerintah kita? Apakah pemerintah takut dengan kebijakan negara lain yang jelas-jelas merugikan negara kita sendiri? Apakah telah terjadi penyimpangan di badan karantina itu sendiri oleh segelintir oknum-oknum tertentu? Demi untuk kepentingan pribadinya oknum-oknum bejat itu berbuat bodoh benar-benar bodoh yang akibatnya merugikan kepentingan hajat hidup orang banyak. Dimana prosedur tindakan karantina tidak dilakukan dengan benar, tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan. Fatalnya lagi seakan-akan pemerintah kita terlambat dalam menyadari bahwa virus AI telah menyerang Indonesia. Bagaimana mengendalikan penyakit flu burung pada manusia jika penyakit flu burung pada unggas dan hewan lainnya tidak dikendalikan terlebih dahulu?

Oleh karena itu mari kita ubah paradigma dengan menegakkan tindakan karantina yang sebenar-benarnya. Perlu diingat bahwa di abad 21 ini merupakan era perdagangan bebas dimana produk dari luar negeri bebas keluar masuk ke Indonesia. Dan tidak menutup kemungkinan memudahkan masuknya penyakit khususnya penyakit hewan dari luar negeri bahkan bisa saja penyakit itu bersifat zoonosis. Di sinilah Karantina memiliki andil yang cukup besar bahkan sangat besar untuk menjamin bahwa produk dari luar negeri aman dan layak untuk masuk ke Indonesia. Maka jadikanlah kasus flu burung di Indonesia ini sebagai pengalaman karena pengalaman adalah guru yang terbaik.

Maka untuk menyongsong era perdagangan bebas hendaknya pemerintah memperbaiki kinerja badan karantina, menempatkan orang yang benar-benar ahli di bidang perkarantinaan (Mengambil istilah the right man on the right place), melengkapi sarana dan prasarana perkarantinaan yang mutakhir. Marilah pemerintah bersama aparaturnya menegakkan tindakan karantina dengan sebenar-benarnya sehingga penyakit hewan khususnya bahkan yang bersifat zoonosis dari luar negeri dapat dicegah masuk ke Indonesia. Insya Allah

Tidak ada komentar: